Bakat Lama yang Terpendam

Setiap siswa yang pernah sekolah tentunya memiliki kesukaan. Suka terhadap mata pelajaran tertentu atau suka dengan salah seorang guru. Mereka memiliki alasan sederhana tetapi mampu menjadi motivasinya untuk giat belajar, sehingga memperoleh nilai yang tinggi. Saat menjadi guru seperti sekarang ini, pernah aku bertanya kepada anakku. “Hatim, pelajaran apa yang kamu sukai? dengan mudah dia menjawablajaran Olahraga.  Kenapa? karena kami bermain dihalaman (bola,tali,lari-lari dan bebas pilih hobi apapun). Kalau gurunya siapa? Ibu Sri, guru olah raga.  Wah, pantesan pikirku ….

Saat aku sekolah SD sampai dengan SMA, mengalami seperti yang dialami anakku. Diantara pelajaran yang aku suka adalah Bahasa Indonesia, siapapun gurunya! Seingatku waktu SD guru Bahasa Indonesia dipegang oleh wali kelas. MTsN dan SMA di pegang oleh guru Mapel khusus.  Pelajaran Bahasa Indonesia, seminggu 2 kali. Kalau pelajaran ini, aku usahakan wajib hadir, meskipun sakit-sakit sedikit. Apalagi bila materinya membuat cerita atau mengarang. Wih, bahagia sekali!. Kalau sudah disuruh mengarang, selalu saja aku focus. Ambil buku bagian tengah, sobek, siapkan pulpen dan mulai menulis. “silahkan kalian membuat karangan, temanya bebas”!, ucap guruku.

Saat akan mulai menulis, ide yang muncul selalu cerita pulang kampung atau cerita liburan usai terima buku raport. Dulu masa SD ku antara tahun 1984-1990 bila libur sekolah, panjang waktunya. Mencapai sebulan penuh,liburnya sangat memuaskan  hingga lupa belajar, hehehe…

Ketika tema karangan sudah ketemu, persoalan berikutnya adalah kalimat pertama untuk membuka awal tulisan yang aku selalu bingung, dari mana atau kalimatnya apa?!. Sebagai kalimat pembuka adalah, “pada suatu hari…” selalu begitu kalimatnya. Aku sadar bahwa kalimat itu tidak variatif, namun gak tahu bagaimana merubah selain daripada kalimat itu. Setelah kalimat itu mulai ditulis, semua ceritanya menjadi mengalir seperti derasnya air sungai Kahayan di Kalimantan. Berikut synopsis karanganku dulu.

Pada suatu hari, aku berlibur ke kampung kakekku. Aku senang karena desa kakekku sejuk dan damai. Pernah suatu hari aku mau ikut kakek ke hutan untuk mencari kayu, ia tak mau mengajakku. Alasannya banyak nyamuk!. Namun aku paksakan diri untuk ikut. Akhirnya ia lari dan ku kejar, namun kakek larinya lebih cepat dan menguasai hutan, sehingga aku tertinggal. Aku kecewa dan akhirnya tanpa terasa aku menangis. Itulah kenanganku waktu liburan di kampung.

Dengan tulisan karangan ini, nilaiku pasti lebih tinggi dari teman-teman yang lain. Meskipun tulisan tangannya tidak begitu indah namun masih mudah untuk dibaca guru.

Cerita diatas adalah sejarah lama yang membuat aku yakin, bahwa perjalan hidup seseorang sudah diatur sutradaranya, yaitu Allah swt. Aku sadar bahwa hobi menulisku sekarang karena sejak SD aku sudah senang menulis cerita. Namun bakat menulis ini mulai teratur, didalami, dilakoni sekitar tahun 2020 ini. Itupun hanya sesekali. Bilamana ada ide, dimana ada waktu dan hanya karena ada tugas atau kewajiban (sebagai peserta bimtek/diklat) yang harus dipenuhi. 

Terlambat memang!. Andaikata dari sejak SMA aku menulis, barangkali aku sudah menjadi motivator bagi penulis pemula. Hasil tulisanku tidak terhitung lagi jumlahnya. Namun demikian, menyesal selalu datang dibelakang. Kata kunci obat penyesalan adalah terlambat menulis lebih baik daripada tidak pernah sama sekali menulis.

Kini, keinginan menulis itu reborn. Setelah mendengar, melihat dan membaca cerita dari berbagai macam penulis-penulis hebat. Menulislah setiap hari (om Jay). Teruslah menulis, tak perlu resah minim pembaca (Helwiyah). Aku nulis sembarang tetapi tidak sembarangan menulis (PakDsus). Menulis sembarang aja dulu kalo di benak banyak kata, jangan pikirkan susunan dan kerapihan (Arofiah Afifi). Demikian chat di WAG dari penulis senior Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) 29. 

Ucapan mereka sengaja saya ingat biar saat saya down semangat untuk menulis. Dengan ingat kalimat ini berharap bangkit dan istiqomah menulis lagi. Maklum, penulis pemula rentan godaan, hehehe.

Sekarang perlahan aku belajar untuk menulis setiap hari. Ide tentang kisah kehidupan yang dialami sendiri ataupun kisah orang lain untuk dipetik hikmahnya. Karena lagi semangat, sekarang sudah berani menyusun ratusan kata-kata menjadi kalimat dan diolah menjadi tulisan, kemudian save di blog pribadi dan selesai!. Maunya sih dibaca orang!, namun jadikan itu bonus saja. 

Dibaca syukur dan tidak dibaca tetap saja menulis, pikirku!. Terlebih setelah aku aktif menulis di tim humas (jurnalis) kemenag kota Palangka Raya. Menulis peristiwa yang terjadi di sekitar madrasah. 

Dengan menulis aku memaksa diri untuk rajin membaca. Karena membaca menjadi syarat tulisan lebih bernyawa. 

Dengan menulis aku akan ingat peristiwa yang terjadi di sekitarku, karena peristiwa yang kutulis tentu berkesan dan menarik untuk dibuat tulisan. 

Dengan menulis aku mulai menemukan rekan se frekuensi  yang menambah wawasan keilmuan dan pertemanan dari berbagai daerah di nusantara.  

Dengan menulis aku bisa lari sesaat dari beban persoalan hidup sehari-hari. Karena beban hidup seseorang selalu ada. Bagiku beban hidup tetap dipikirkan, namun jangan hanyut dalam kebingungan. Berujung sakit hati, susah tidur dan bila tidur terbawa mimpi. Lebih baik membuat tulisan sebagai wadah pelarian. 

Dengan menulis aku mempromosikan diri sendiri, sebagai penulis pemula yang semangat belajar menulis. 

Dari menulis aku sudah menginjakkan kaki di kota Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang dan Makassar. Sebagai penulis Asesmen Kompetensi Madrasah Indonesia (AKMI), pada literasi sosial budaya MI Tahun 2022. 

Setiap ide yang dituangkan dalam tulisan, penulis tentu merasakan kepuasan tersendiri yang membuatnya dahaga ingin menulis lagi. Terlebih tulisan itu mampu membahagiakannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kegiatan yang Dirindukan

Nonton atau Belajar

Tantangan : Menulis Buku dalam Dua Minggu