Belajar Kaidah Pantun
Resume ke : 13
Gelombang : 29
Hari / Tanggal : Senin,24 Juli 2023
Tema : Kaidah Pantun
Nara Sumber :Miftahul Hadi, S.Pd
Moderator : Gina Dwi Septiani,S.Pd., M.Pd
Malam ini puluhan pantun bertaburan di wag KBMN-29. Ternyata, bentuk adaptasi dengan tema pada pertemuan malam ini "Kaidah Pantun". Terlebih dua pakar pantun, bersanding membersamai peserta. Gina Dwi Septiani sebagai pemandu acara. Alumni KBMN-27. Gina membuka dengan pantun yang menarik :
Pergi ke pasar membeli delima
Pulangnya mampir ke toko zaitun
Marilah kita sambut bersama-sama
Mas Miftah narasumber Kaidah Pantun
Miftah Hadi sebagai narasumber, juga jebolan KBMN-17, membalas pantun Gina dengan lincah :
Biji selasih di pohon angsana,
Pokok Bidara berbuah kuini,
Terimakasih kepada Bu Gina,
Membuka acara malam ini.
Kemudian ....
Mawar sekuntum kecillah dahan,
Daun salam tumbuh di kota,
Assalamualaikum saya ucapkan,
Sebagai salam pembuka kata.
Serasi dan nampak ahli kedua orang ini. Sangat potensial untuk berbagi ilmu pantun dengan peserta KBMN 29, yang notabene penulis sekaligus pemantun pemula.
Mengenal Pantun :
Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan. Dan kata “Tun” yang merujuk pada sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019)
Pantun berasal dari akar kata “TUN” yang bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata Pantun dalam masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019).
Selain untuk komunikasi sehari-hari, pantun juga dapat digunakan dalam
Sambutan pidato, menyatakan perasaan, lirik lagu, perkenalan maupun berceramah/dakwah.
Untuk mengembalikan Marwahnya, pantun memiliki fungsi antara lain Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir.
Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata.
Pantun termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap, dua baris pertama disebut dengan pembayang atau sampiran, dan dua baris kedua disebut dengan maksud atau isi (Yunos, 1966; Bakar 2020).
Berdasarkan definisi di atas, mari kita kenali ciri-ciri pantun, sbb :
* Satu bait terdiri atas empat baris
* Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata
* Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata
* Bersajak a-b-a-b
* Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang
* Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud
Pantun sesungguhnya menjadi kekayaan bangsa, karena sejak dulu pantun seringkali dipakai masyarakat dalam berbagai kegiatan. Misalnya acara hantaran pertunangan atau pernikahan. bahkan jadi sarana pengobatan.
Terlebih pantun telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014. Menyusul pada tanggal 17 Desember 2020 pantun ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada sesi ke 15 intergovernmental comittee for the safeguarding of the intangible cultural heritage.
Dengan penetapan tersebut, bukan berarti kita tidak perlu berbuat apa-apa lagi, justru untuk terus memelihara sebagai warisan budaya tak benda dunia, pantun harus terus dikaji, ditulis sehingga terus lestari di masyarakat.
Minum es pakai selasih
Jangan lupa bawa durian
Cukup sekian terima kasih
Salah khilaf mohon dimaafkan
***
Artikel bagus
BalasHapus